Snare Tailings Problems for Freeport
6:03 PM
Add Comment
About a week ago, PT Freeport Indonesia passed the obligation to pay a surface water tax from the Provincial Government of Papua after a request for review of the Tax Court ruling in January 2018 was granted by the Supreme Court.
One problem is solved, another environmental issue has again plagued a Freeport-McMoRan subsidiary. the. This time about the obligation of tailings treatment that changed drastically.
Tailing of PT Freeport Indonesia's Environmental Issues
On April 5, 2018, the Minister of Environment and Forestry (LHK) Siti Nurbaya stipulated Decree No. LHK. SK.172 / Menlhk / Setjen / PLA.4 / 4/2018 regarding Steps of Solving PT Freeport Indonesia's Environmental Issues.
Following the Ministerial Decree, on April 9, 2018, the Minister of LHK Decree no. SK.175 / Menlhk / Setjen / PLB.3 / 4/2018 on PT Freeport Indonesia Tailings Management in Ajkwa Dumping Areas or Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) in Mimika Regency, Papua Province has been released.
In the LHK Ministerial Decree, the management of Freeport Indonesia's tailings in ModADA is deemed to be inconsistent with existing developments and with current regulations. LHK Decree No. 431/2018 on tailings management requirements for Freeport Indonesia at ModADA was revoked and declared no longer valid.
CEO of Freeport-McMoRan. Richard C. Adkerson reacted immediately to the amendment of the provisions. In a conference call about Freeport's quarterly / 2018 performance held last week, Adkerson stated that the company has an agreement with the Government of Indonesia that as long as the mine operates, it will retain 50% of its tailings on land.
Tailings
Meanwhile, in the new rules, which he believes can not be done, the tailings that must be stored on land reach 95%.
"This really surprised and disappointed us and they [the government] are not too concerned with environmental management techniques."
With the provision that can not be judged can be done, Adkerson admitted that his party khawalir there is political motivation above the technical considerations associated with the decision. He also stated that it always deals with political issues.
Concerns or perhaps the allegations are indeed quite bold expressed by Adkerson. Not without reason Adkerson said so. According to him, there has been no serious negative impacts due to tailings management conducted by Freeport Indonesia.
"This really surprised and disappointed us and they [the government] are not too concerned with environmental management techniques."
With the provision that can not be judged can be done, Adkerson admitted that his party khawalir there is political motivation above the technical considerations associated with the decision. He also stated that it always deals with political issues.
Concerns or perhaps the allegations are indeed quite bold expressed by Adkerson. Not without reason Adkerson said so. According to him, there has been no serious negative impacts due to tailings management conducted by Freeport Indonesia.
Freeport Indonesia
He explains that there are plantation projects that appear on top of tailings deposits. In addition, according to him, there is no impact on marine life and many people who actually fishing offshore. Freeport Indonesia has 6 months for the transition period. During this time, it will discuss with the government related to the problem and explain in detail related to environmental management that done by it.
Freeport Indonesia spokesman Riza Pratama said that it does not affect the current negotiation process.
"So far, it has not had an impact on the negotiations," he told Bisnis.
POSITIVE PERFORMANCE
Apart from the new problems faced by Freeport Indonesia, the performance of operations during the first quarter of 2018 was arguably very good. The increase in sales in the first quarter of this year was also supported by the average selling price that also increased. In the first quarter of 2018, gold production reached 595,000 ounces, up 156.46% compared with the realization of gold production in the same period last year as many as 232,000 ounces.
Compared directly to production, Freeport Indonesia's gold sales also increased dramatically. In the first quarter of this year Freeport Indonesia's gold sales reached 603,000 ounces, up 240.68% compared to sales in the same period last year of 177,000 ounces.
In addition, the average selling price also rose and US $ 1,229 per ounce to US $ 1,312 per ounce Similar results also occur for copper commodities. Production of Freepon Indonesia in the first quarter of 2018 reached 311 million pounds or increased 100.65% compared to 155 million pounds in the first quarter of 2017.
Sales also increased significantly by 156.8% from 125 million pounds to 319 million pounds. Freeport Indonesia's performance also became more positive as the average copper selling price in the first quarter of 2018 reached US $ 3.06 per pound, higher than the price in the same period in the past year at US $ 2.63 per pound.
The significant growth in Freeport Indonesia's operational performance in Q1 / 2018 was due to the smooth export permit of copper concentrate earlier this year. Unlike the case during the first quarter of last year. Freeport-McMoRan also targets Freeport Indonesia's copper sales this year to reach 1.15 billion pounds, up 15% compared to last year's 1 billion pound sales realization.
In view of the excellent operation, the new railing management regulation, which Freeport deems unenforceable, can certainly be a serious threat. If there is no further change in the LHK Ministerial Decree and Freeport Indonesia can not implement it, get ready for the operation will be affected.
IN INDONESIA
Jerat Persoalan Tailing untuk Freeport
Sekitar sepekan yang lalu, PT Freeport Indonesia lolos terhadap kewajiban membayar pajak air permukaan dari Pemerintah Provinsi Papua setelah permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Pajak pada Januari 2018 dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Satu persoalan selesai, masalah lain terkait dengan lingkungan kembali mendera anak usaha Freeport-McMoRan Inc. tersebut. Kali ini mengenai kewajiban soal penanganan limbah (tailing) yang berubah drastis.
Pada 5 April 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menetapkan Keputusan Menteri LHK No. SK.172/Menlhk/Setjen/PLA.4/4/2018 tentang Langkah-Langkah Penyelesaian Permasalahan Lingkungan PT Freeport Indonesia.
Menyusul Keputusan Menteri tersebut, pada 9 April 2018 Keputusan Menteri LHK No. SK.175/Menlhk/Setjen/PLB.3/4/2018 tentang Pengelolaan Tailing PT Freeport Indonesia di Daerah Penimbunan Ajkwa atau Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua sudah keluar.
Dalam Keputusan Menteri LHK tersebut, pengelolaan tailing Freeport Indonesia di ModADA dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang ada dan dengan peraturan yang berlaku saat ini. Keputusan Menteri LHK No. 431/2018 tentang persyaratan pengelolaan tailing untuk Freeport Indonesia di ModADA pun dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
CEO Freeport-McMoRan .Richard C. Adkerson langsung bereaksi terhadap perubahan ketentuan tersebut. Dalam conference call soal kinerja Freeport kuartal l/2018 yang diadakan pekan lalu, Adkerson menyatakan bahwa perusahaan telah memiliki perjanjian dengan Pemerintah Indonesia bahwa selama tambang beroperasi, pihaknya akan mempertahankan 50% tailing di darat.
Sementara itu, dalam aturan baru, yang menurutnya tidak bisa dilakukan, besaran tailing yang harus disimpan di darat mencapai 95%.
“Hal ini benar-benar mengejutkan dan mengecewakan kami dan mereka [pemerintah] tidak terlalu peduli dengan teknis pengelolaan lingkungan."
Dengan ketentuan yang dinilainya tidak bisa dilakukan tersebut, Adkerson mengaku bahwa pihaknya khawalir ada motivasi politik di atas pertimbangan teknis terkait dengan keputusan tersebut. Dia pun menyatakan bahwa pihaknya memang selalu berurusan dengan masalah politik.
Kekhawatiran atau mungkin dugaan tersebut memang cukup berani diutarakan oleh Adkerson. Bukan tanpa alasan Adkerson berkata demikian. Menurutnya, selama ini tidak ada dampak negatif yang serius akibat pengelolaan tailing yang dilakukan Freeport Indonesia.
Dia menjelaskan bahwa ada proyek-proyek perkebunan yang muncul di atas endapan tailing. Selain itu, menurutnya, tidak ada dampak terhadap kehidupan laut dan banyak orang yang justru memancing di lepas pantai. Freeport Indonesia memiliki waktu 6 bulan untuk masa peralihan. Dalam waktu tersebut, pihanya akan berdiskusi dengan pemerintah terkait dengan masalah tersebut dan menjelaskan secara detail terkait dengan pengelolaan lingkungan yang dilakukan pihaknya.
Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan bahwa hal tersebut tidak memengaruhi proses negosiasi yang tengah berjalan saat ini.
“Sejauh ini, belum berdampak pada negosiasi,” katanya kepada Bisnis.
KINERJA POSITIF
Terlepas dari masalah baru yang dihadapi Freeport Indonesia, kinerja operasi sepanjang kuartal I/2018 boleh dibilang sangat baik, Peningkatan penjualan pada triwulan pertama tahun ini turut didukung oleh rata-rata harga jual yang juga meningkat. Pada kuartal I/2018, produksi emas mencapai 595.000 ounce atau naik 156,46% dibandingkan dengan realisasi produksi emas pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 232.000 ounce.
Berbanding lurus dengan produksi, penjualan emas Freeport Indonesia pun meningkat drastis. Pada triwulan pertama tahun ini penjualan emas Freeport Indonesia mencapai 603.000 ounce atau naik 240,68% dibandingkan dengan penjualan pada periode yang sama tahun Ialu sebanyak 177.000 ounce.
Selain itu, harga jual rata-ratanya pun mengalami kenaikan dan US$ 1.229 per ounce menjadi US$ 1.312 per ounce Hasil serupa juga terjadi untuk komoditas tembaga. Produksi (embaga Freepon Indonesia pada kuartal I/2018 mencapai 311 juta pon atau naik 100,65% dibandingkan dengan produksi di kuartal I/2017 sebanyak 155 juta pon.
Penjualannya pun mengalami kenaikan signifikan sebesar 156,8% dari 125 juta pon menjadi 319 juta pon. Kinerja Freeport Indonesia pun kian positif karena harga jual rata-rata tembaga pada kuartal I/2018 mencapai US$3,06 per pon, lebih tinggi dari harga pada penode yang sama tahun lalu senilai US$ 2,63 per pon.
Pertumbuhan kinerja operasional Freeport Indonesia pada Kuartal I/2018 yang signifikan itu tidak lepas dari lancarnya izin ekspor konsentrat tembaga pada awal tahun ini. Berbeda halnya dengan yang terjadi sepanjang triwulan pertama pada tahun lalu. Freeport-McMoRan pun menargetkan penjualan tembaga Freeport Indonesia sepanjang tahun ini mencapai 1,15 miIiar pon atau naik 15% dibandingkan dengan realisasi penjualan sepanjang tahun lalu sebanyak 1 miliar pon.
Melihat kinetja operasi yang sangat baik tersebut, ketentuan pengelolaan railing yang baru, yang dianggap tidak bisa dilakukan oleh Freeport, tentu bisa menjadi ancaman serius. Apabila tidak ada perubahan lagi dalam Keputusan Menteri LHK tersebut dan Freeport
Indonesia tidak bisa melaksanakannya, siap-siap saja kegiatan operasinya akan terdampak.
Kontan, Page-14, Monday, Apr 30, 2018
0 Response to "Snare Tailings Problems for Freeport"
Post a Comment