Ditjen Pajak Kumpulkan Bukti untuk Jerat Google
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan pihaknya masih mengumpulkan bukti dugaan pelanggaran pajak PT Google Indonesia, unit usaha Google Inc. Pemerintah menyelidiki transaksi penclapatan iklan perusahaan over the top (OTT) itu. Pengejaran pajak Google dan beberapa Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Khusus, Muhammad Haniv, mengatakan Google menyimpan data penjualannya di kantor pusat Silicon Valley, Amerika Serikat. Secara resmi, pemerintah bekerja sama dengan asosiasi Internet nasional untuk mengecek dokumen tersebut. Berita acara perkara (BAP) kami proses sampai utuh semua informasi.
Haniv mengatakan tak akan membawa hasil pemeriksaan ini ke pengadilan. Kalau bisa direalisasikan menjadi penerimaan tahun ini lebih baik. Haniv dan petugas pajak lain mendatangi kantor Google Indonesia pada pertengahan September lalu untuk mengumpulkan semua dokumen, setelah perusahaan menolak dilakukannya audit pajak. Petugas pajak mendatangi kantor Google berkali-kali dalam dua pekan. Juru bicara Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, menyatakan pemerintah sedang mengkaji tunggakan pajak Google Rp 5,5 triliun dalam lima tahun.
Pemerintah menilai Google hanya membayar pajak 0,1 persen tahun lalu. Seharusnya Google membayar 25 persen dari laba kena pajak per tahun. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, menyarankan agar pemerintah meniru langkah Inggris yang berhasil menuntut Google membayar 130 juta pound sterling (Rp 2,07 triliun). Berkat bantuan whistleblower yang membocorkan data penghasilan Google, perusahaan itu kalah dalam sengketa. Kuncinya adalah data yang akurat untuk membuktikan Google mendapatkan penghasilan dari Indonesia. Menurut Prastowo, pemerintah perlu membuat skema pajak baru berupa pembayaran pajak atas hasil keuntungan yang dibawa ke luar negeri (diverted profit tax). Dengan begitu, Google akan membayar pajak lebih mahal jika disetorkan ke luar negeri, ketimbang di dalam negeri.
Walhasil, Google akan lebih memilih mendirikan badan usaha tetap (BUT). Pemerintah tak bisa menarik pajak secara langsung karena Google harus mendirikan BUT di dalam negeri. Tidak hanya Google, perusahaan berbasis Internet lainnya, seperti Facebook dan Twitter juga dinilai berpotensi menghindari pajak.
Saat ini pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Menteri Keuangan yang akan mengatur haltersebut. Menteri Komunikasi dan lnformatika Rudiantara menyatakan akan terus menagih pajak Google. Dia menyerahkan mekanismenya kepada otoritas pajak. Direktur Google Indonesia Tony Keusgen menyatakan pihaknya selalu taat membayar pajak sesuai dengan ketentuan di Indonesia. Dia menegaskan akan tunduk kepada aturan mengenai OTT di Indonesia. Namun aturan mengenai perusahaan penyedia Internet itu masih belum rampung, tak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.
Koran Tempo, Hal 5, Rabu, 19 Okt 2016
0 Response to "Ditjen Pajak Kumpulkan Bukti untuk Jerat Google"
Post a Comment