google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 DJP Submit Google Inspection Results - MEDIA MONITORING GOLD MINE -->

DJP Submit Google Inspection Results



The Directorate General of Taxation (BJP) has given the Ministry of Finance ensure examination results notification letter (SPHP) to Google. US-based information technology company will then be asked for clarification on the findings of the tax.

Director General of Taxes, Ministry of Finance Ken Dwijugiasetadi explained the contents of this SPHP will be examined and then taken by Google. Taxpayer, in this case Google, will determine whether the results of the Indonesian Government in accordance with the data they have or not.

"Google has been given SPHP, consequences must be answered taxpayer, whether or not the findings of the examiner," said Director General of Taxation Ken Dwijugiasteadi.

Ken ensure, giving SPHP This is an advanced stage of examination of the tax on information technology companies the milk origin.

Nevertheless, Ken refused to say how much the tax payable to be paid by Google. According to Ken, it is the realm of the examiner. "But, the results seperri what, ask the examiner. And in fact it should not be excluded," said Ken.

In principle, the government believes that Google has included a permanent establishment (BUT) based on the number of servers and operations performed in Indonesia. "SPHP it this way, if I find the correction 10, continues as (clarification) answered only seven. But, I (do not know the value for the examiner, said Ken.

Google Related reluctance to set up as a permanent establishment (BUT) for not complying with tax regulations in the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), Ken asserts, a tax levied in Indonesia in accordance with applicable tax law. "Indonesia is not a member of OECD. "We are not subject to the OECD, the Act we have the most correct," he said.

According to records, DJP, Google in Indonesia has been registered as a legal entity in the country in KPP Tanah Abang III with PMA status as since 15 September 2011 and is a dependent agent of Google Asia Pacific Pte Ltd in Singapore.

Thus, according to Article 2 paragraph (5) Letter N Income Tax Act, Google should have existed as BUT so that any income or receipts originating from Indonesia are subject to income tax.

However, Google refused any further tax audits of the Indonesian tax authorities and do not want their determination of status as BUT, whereas Google's revenue from Indonesia trillions of rupiah, mainly from advertising.

Google could potentially be subject to a penalty of 400 percent of taxes owed them. That is, when Google's tax payable for the year amounted to USD 1 trillion, the total tax that must be paid Google could reach Rp 5 trillion. That figure would increase if the calculation of tax payable performed up to five years back.

As of January 2017, the status of an examination of the tax liability of Google back to the initial investigation or preliminary investigation. In this stage, Google penalty of 150 percent of the tax due.

However, if at this stage Google does not show good faith to provide accurate reports and repay the debt, the government will conduct a full investigation or proceeding brought by a fine of 400 per cent of the tax payable. Republika tried to get a response from the Google Indonesia, but has not received pespons.

IN INDONESIAN

DJP Serahkan Hasil Pemeriksaan Google      


Direktorat Jenderal Pajak (BJP) Kementerian Keuangan memastikan telah memberikan Surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) kepada Google. Perusahaan teknologi informasi asal AS itu kemudian akan dimintai klarifikasi terhadap hasil temuan pajak tersebut.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasetadi menjelaskan, isi dari SPHP ini nantinya akan ditelaah dan kemudian ditanggapi oleh Google. Wajib pajak, dalam hal ini Google, akan memastikan apakah hasil pemeriksaan yang dilakukan Pemerintah Indonesia sesuai dengan data yang mereka miliki atau tidak.

“Google sudah diberikan SPHP, Konsekuensinya harus dijawab wajib pajak, benar atau tidak temuan pemeriksa,” kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Ken memastikan, pemberian SPHP ini merupakan tahap lanjutan dari pemeriksaan pajak terhadap perusahaan teknologi informasi asal ASI tersebut.

Kendati demikian, Ken menolak menyebutkan berapa nilai pajak terutang yang seharusnya dibayarkan Google. Menurut Ken, hal tersebut merupakan ranah dari pemeriksa. "Tapi, hasilnya seperri apa, tanya ke pemeriksa. Dan sebetulnya itu tidak boleh dikeluarkan,” ujar Ken.

Secara prinsip, pemerintah meyakini bahwa Google sudah termasuk bentuk usaha tetap (BUT) berdasarkan sejumlah server dan operasi yang dilakukan di Indonesia.

“SPHP itu begini, kalau saya temukan koreksi 10, terus misalnya (klarifikasi) dijawab hanya tujuh. Tapi, aku (belum tahu nilainya karena itu pemeriksa, kata Ken.

Terkait keengganan Google untuk ditetapkan sebagai badan usaha tetap (BUT) karena tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan di Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Dunia (OECD), Ken menegaskan, pungutan pajak di Indonesia telah sesuai dengan hukum pajak yang berlaku. “Indonesia bukan anggota OECD. "Kita tidak tunduk pada OECD, Undang-Undang kita sudah yang paling benar,” katanya.

Menurut catatan, DJP, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan dependent agent dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura. 

Dengan demikian, menurut Pasal 2 Ayat (5) Huruf N Undang-Undang Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT sehingga setiap pendapatan ataupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia dikenai pajak penghasilan.

Namun, Google menolak adanya pemeriksaan pajak lebih lanjut dari otoritas pajak Indonesia dan tidak mau adanya penetapan status sebagai BUT, padahal pendapatan Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah, terutama dari iklan. 

Google berpotensi dikenai penalti sebesar 400 persen dari pajak terutang mereka. Artinya, bila pajak terutang Google selama satu tahun sebesar Rp 1 triliun, total pajak yang harus disetor Google bisa menyentuh Rp 5 triliun. Angka tersebut tentu akan bertambah besar bila perhitungan pajak terutang dilakukan hingga lima tahun ke belakang.

Per Januari 2017, status pemeriksaan atas hutang pajak Google kembali kepada investigasi awal atau preliminary investigation. Dalam tahap ini, Google dikenai penalti sebesar 150 persen dari pajak terutangnya.

Namun, bila dalam tahap ini Google tidak menunjukkan iktikad baik untuk memberikan laporan perpajakannya dan melunasi utangnya, pemerintah akan melakukan investigasi penuh atau penyidikan dengan denda 400 persen dari pajak terutang. Republika mencoba meminta tanggapan dari pihak Google Indonesia, tetapi belum mendapat pespons.

Republika, Page-15, Tuesday, Feb, 21, 2017

Subscribe to the latest article updates via email for FREE:

0 Response to "DJP Submit Google Inspection Results"

Post a Comment

SALE PARALLAX TEMPLATE ONLY US$ 5

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel