Freeport Divestment Becomes the Momentum of Developing Papua
2:51 PM
Add Comment
PT Freeport Indonesia's
The majority ownership of PT Freeport Indonesia's ownership is a momentum to advance the Papua Region in particular. The world's largest copper mining company can be a center for training, empowerment and human resource development.
This is a common thread in the discussion event on the topic of Freeport Divestment Policy for Mimika Welfare, in Jakarta, Tuesday (9/25). Present as speakers were the Board of Indonesian Geologists Association (IAGI) Iwan Munajat, FE Academics of Hasanuddin University Anas Iswanto, and Academics from FT Fajar Timur Pater N eles Tebay Iwan said, the Cendrawasih Earth has a gold belt stretching from the "tail" of Papua New Guinea to "Head" of Papua.
In Papua New Guinea, the mineral content in the gold lane has been managed and there are 17 mines recorded. While in Papua there is only one mine, Freeport.
"What needs to be developed is not only Mimika, but also Papua as a whole. Many people talk about Freeport the most. "As a geologist, what is in Freeport is still small because there are still many things that need to be developed and found," he said.
He said, Mimika Regency could develop along with Freeport's presence. If there is one mine in each district in Papua, then the development in the region will also be shot. He said Freeport could be a basic logistics exploration activity. That way exploration costs in the gold lane can be reduced. The discovery of mineral reserves has a double effect, namely the growth of industry and contracting and supplier service companies. As a result, many local workers were absorbed.
Iwan further said that Freeport could function as a mining expert development center. There, Indonesian human resources are trained to master mining science. The reason is, the future of mining in Indonesia is underground. While Freeport has already started underground mining activities. He cited several regions in Indonesia that would adopt underground mining activities, namely in South Sulawesi, Java and Sumbawa.
"We can make Freeport center of training to educate Indonesian children. With majority ownership, we will make it easier, "he said.
In the same place, Anas revealed, Freeport's presence in Mimika had an impact on regional revenues which contributed up to 80%. He gave an example this year alone the Mimika regency administration received revenue sharing from Freeport employees and Freeport subcontractors for Rp 160 billion. Then the proceeds from the royalty sharing can reach Rp 769 billion.
"Later Mimika and Papua will be very prosperous after the divestment occurs," he said.
Anas highlighted that the funds that had come from Freeport had not fully impacted human resources. According to him, physical development such as infrastructure must be balanced with the development of human resources.
IN INDONESIA
Divestasi Freeport Jadi Momentum Majukan Papua
Penguasaan mayoritas kepemilikan PT Freeport Indonesia menjadi momentum untuk memajukan Wilayah Papua pada khususnya. Perusahaan tambang tembaga terbesar di dunia itu bisa menjadi pusat pelatihan, pemberdayaan, dan pengembangan sumber daya manusia.
Hal ini merupakan benang merah dalarn acara diskusi dengan topik Kebijakan Divestasi Freeport Untuk Kesejahteraan Mimika, di Jakarta, Selasa
(25/9). Hadir sebagai pembicara antara lain Pengurus Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Iwan Munajat, Akademisi FE Universitas Hasanuddin Anas Iswanto, Serta Akademisi ST FT Fajar Timur Pater N eles Tebay Iwan mengatakan, Bumi Cendrawasih memiliki sabuk emas yang terbentang dari “ekor” Papua Nugini hingga “kepala” Papua.
Di Papua Nugini, kandungan mineral di jalur emas itu sudah dikelola dan tercatat terdapat 17 tambang. Sementara di wilayah Papua hanya ada satu tambang, yakni Freeport.
“Yang perlu dikembangkan tidak hanya Mimika, tapi juga Papua secara keseluruhan. Banyak orang berbicara Freeport paling besar. Saya sebagai geologis, yang ada di Freeport itu masih kecil karena masih banyak yang harus dikembangkan dan ditemukan,” katanya.
Dia menuturkan, Kabupaten Mimika bisa berkembang seiring dengan kehadiran Freeport. Bila di setiap kabupaten di Papua terdapat satu tambang, maka pengembangan di wilayah tersebut pun ikut melesat. Dia menyebut Freeport bisa menjadi basic logistic kegiatan eksplorasi. Dengan begitu biaya eksplorasi di jalur emas bisa ditekan. Penemuan cadangan mineral memiliki efek berganda, yakni tumbuhnya industri maupun perusahaan jasa kontraktor dan suplier. Alhasil, tenaga lokal pun banyak yang terserap.
Lebih lanjut Iwan menyebut Freeport bisa berfungsi sebagai pusat pengembangan ahli tambang. Di situ sumber daya manusia Indonesia dilatih untuk menguasai ilmu pertambangan. Pasalnya, masa depan tambang di Indonesia berada di bawah tanah. Sementara Freeport sudah terlebih dahulu memulai kegiatan tambang bawah tanah. Dia mencontohkan beberapa daerah di Indonesia yang akan mengadopsi kegiatan tambang bawah tanah, yakni di Sulawesi Selatan, Jawa, dan Sumbawa.
“Kita bisa jadikan Freeport center of training untuk mendidik putra-putri Indonesia. Dengan kepemilikan mayoritas akan lebih mudah kita menjadikan itu,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Anas mengungkapkan, kehadiran Freeport di Mimika berdampak pada penerimaan daerah yang menyumbang hingga 80%. Dia mencontohkan pada tahun ini saja Pemkab Mimika menerima bagi hasil pajak penghasilan (PPh) karyawan Freeport dan subkontraktor Freeport sebesar Rp 160 miliar. Kemudian perolehan dari bagi hasil royalti bisa mencapai Rp 769 miliar.
“Nantinya Mimika dan Papua akan sangat makmur setelah divestasi terjadi,” ujarnya.
Anas menyoroti dana yang selama ini berasal dari Freeport belum sepenuhnya berdampak pada sumber daya manusia. Menurutnya, pembangunan fisik seperti infrastruktur harus diimbangi dengan pengembangan sumber daya manusia.
Investor Daily, Page-9, Wednesday, Sept 26, 2018
0 Response to "Freeport Divestment Becomes the Momentum of Developing Papua"
Post a Comment