google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Freeport Divestment Constrained by Environmental Issues - MEDIA MONITORING GOLD MINE -->

Freeport Divestment Constrained by Environmental Issues




The process of the PT Freeport Indonesia (PTFI) share divestment transaction, which is expected to be completed quickly, is in fact still hampered by environmental problems. Environmental losses recorded by the Supreme Audit Agency (BPK) on the mining process caused state losses of Rp 185 trillion. This becomes a serious matter that must be resolved immediately.

PT Indonesia President Director Asahan Aluminum (Inalum) Budi Gunadi Sadikin explained that environmental issues could be the cause of the divestment somewhat sleep. Because, a number of banks that will help with this payment feel more comfortable disbursing funds if PTFI's environmental problems are completed.

"One of the questions about pay-paying is environmental issues. We have already talked to KLHK (Ministry of Environment and Forestry) regarding this. Hopefully, environmental issues can be resolved properly because banks also need certainty. Otherwise, transactions will not occur , "said Budi in the House of Representatives Commission VII, Wednesday (10/17).

In accordance with the initial agreement related to PTFI's divestment, Inalum hopes this process can be completed this year. Meanwhile, in November, Lnalum targeted the disbursement of funds from all banks that would assist in the payment of share value. However, a number of obstacles, including environmental issues, could have delayed this target. 

     Budi also hopes that in the next two months the whole issue will be completed. Thus, Inalum and PTFl can continue the divestment process such as changes in the articles of association and by-laws (AD / ART), announcement of financing, and obtaining permission from Freeport regulators in several countries.

"We still hope that by the end of 2018 everything can be finished," Budi said.

PTFI Executive Director Tony Wenas

The issue of environmental issues, especially about failing, is indeed one of the obstacles to the PTFI divestment transaction process. However, PTFI Executive Director Tony Wenas said that his party had carried out all activities in accordance with the applicable rules. In fact, PTFI's tailings are based on decisions from the Ministry of Environment and the provincial government.

"Actually, if it is an environmental problem, we in the second generation contract (work contract) have been mandated to protect the environment. We have also been operating for a long time and our mining process is based on an official environmental impact analysis," Tony said.

According to him, to date PTFI's mining activities have adhered to the environmental impact analysis as well as some regional government permits such as the governor's permission in 1986, the Mimika regent's permit in 2005, and the Environmental Decree Number 431 of 2008. All rules have been complied with as mandated contained in it. In fact, PT FI often consulted with the Ministry of Environment and Forestry regarding the environmental issue.

Tony ensures PTFI has been committed to safeguarding the ecosystem and environmental sustainability in the mining area. One of the efforts is when the company carries out mine closure, reclamation and rehabilitation. For specific mining activities such as closing the former mining site and returning rivers damaged by mining waste disposal, PTFI has cooperated with the government and Inalum.

PTFI's Sub Environmental Island Reclamation and Search Technology, Pratita Puradyatmika, said that land reclamation efforts and returning the beauty of the Tembagapura Region were the company's priorities. He explained, PTFI was not silent about the impact of their mining activities.

"We can't possibly leave the ground damaged and close our eyes,"

IN INDONESIAN

Divestasi Freeport Terkendala Isu Lingkungan


Proses lransaksi divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) yang diharapkan bisa selesai dalam waktu cepat nyatanya masih terhambat persoalan lingkungan. Kerugian lingkungan yang dicatat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap proses pertambangan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 185 triliun. Hal tersebut menjadi hal serius yang harus segera diselesaikan.

Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, isu lingkungan bisa menjadi penyebab divestasi agak
molor. Sebab, sejumlah bank yang akan membantu pembayaran ini merasa lebih nyaman mencairkan dana apabila persoalan lingkungan PTFI selesai.

"Salah satu persoalan soal bayar-membayar ini adalah isu lingkungan. Kita sudah bicara dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) terkait hal ini. Harapannya, isu lingkungan bisa diselesaikan dengan baik karena perbankan juga membutuhkan kepastian, Jika tidak, transaksi tidak akan terjadi," ujar Budi di Komisi VII DPR RI, Rabu (17/10).

Sesuai dengan perjanjian awal terkait divestasi PTFI, Inalum berharap proses ini bisa selesai tahun ini. Sementara itu, pada November, lnalum menargetkan pencairan dana dari seluruh perbankan yang akan membantu dalam pembayaran nilai saham. Namun, sejumlah kendala, termasuk isu lingkungan, bisa saja membuat target ini tertunda. 

     Budi pun berharap dalam dua bulan ke depan seluruh persoalan ini rampung. Dengan demikian, Inalum dan PTFl bisa melanjutkan proses divestasi seperti perubahaan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), pengumuman pembiayaan, dan mendapatkan izin dari regulator Freeport yang berada di beberapa negara. 

"Kami masih berharap akhir 2018 bisa selesai semua," ujar Budi.

Permasalahan isu lingkungan, terutama soal failing (pembuangan sisa limbah tambang), memang menjadi salah satu hambatan dari proses transaksi divestasi PTFI. Namun, Direktur Eksekutif PTFI Tony Wenas menyebut bahwa pihaknya sudah melakukan seluruh kegiatan sesuai dengan aturan yang berlaku. Bahkan, tailing PTFI dilandasi keputusan dari KLHK dan pemerintah provinsi sekitar.

"Sebenarnya kalau persoalan lingkungan, kita di dalam KK (kontrak karya) generasi kedua itu sudah diamanatkan untuk menjaga lingkungan. Kita juga sudah beroperasi lama dan proses tambang kita itu berlandaskan amdal yang resmi," ujar Tony.

Menurut dia, Sampai saat ini kegiatan tambang PTFI berpegang pada analisis dampak lingkungan serta beberapa izin pemerintah daerah seperti izin gubernur pada 1986, izin bupati Mimika pada 2005, serta Surat keputusan Lingkungan Hidup Nomor 431 Tahun 2008. Seluruh aturan sudah ditaati sesuai amanat yang terdapat di dalamnya. Bahkan, PT FI pun kerap berkonsultasi dengan KLHK mengenai isu lingkungan itu.

Tony memastikan PTFI selama ini berkomitmen menjaga ekosistem dan keberlangsungan lingkungan di area tambang. Salah satu upayanya adalah saat perusahaan melakukan penutupan tambang, reklamasi, dan rehabilitasi. Untuk kegiatan perbaikan bekas tambang yang spesifik seperti menutup bekas lahan tambang dan mengembalikan sungai-sungai yang rusak akibat pembuangan limbah tambang, PTFI sudah bekerja sama dengan pemerintah dan Inalum.

Gen Sub Environmental Island Reclamation and Search Teknology PTFI, Pratita Puradyatmika, mengatakan upaya reklamasi lahan dan mengembalikan keasrian Wilayah Tembagapura menjadi prioritas perusahaan. Dia menjelaskan, PTFI tidak diam saja terhadap dampak yang terjadi dari aktivitas pertambangan mereka.

“Kami tidak mungkin membiarkan tanah itu rusak lalu tutup mata,”

Republika, Page-15, Thursday, Oct 18, 2018

Subscribe to the latest article updates via email for FREE:

0 Response to "Freeport Divestment Constrained by Environmental Issues"

Post a Comment

SALE PARALLAX TEMPLATE ONLY US$ 5

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel