Google Finance Minister Affirms Tax Payer
12:54 PM
Add Comment
Google insists government should meets the obligation to pay taxes. Giant
Internet from the United States (US) is obliged to respect the rules of taxation applicable in Indonesia.
Minister of Finance (Finance) Sri willing to open the report to Mulyani asked Google to cooperate and any entities that perform economic activity and profits must be running the obligation to pay taxes.
You've been in business here and create added value here, then the economic value arising from activities in Indonesia, Indonesia need to be eligible even if their investments. It's the principle, "he said.
Former Managing Director of the World Bank said the government rather than hostile to foreign investment. The government also appreciated the technology used by Google has been contributing to the economy of Indonesia. "But still, on the right side of the country and the obligation to pay taxes, we want it done in a fair and full compliance," he said.
Minister of Communications and Information Rudiantara fully supports the steps of the Directorate General of Taxes (Tax Directorate) of the Ministry of Finance related to tax arrears polemic Google. He submitted a fully whatever the decision of the Ministry of Finance. Nonetheless, Rudiantara said people should still awaiting the outcome of negotiations or steps investigations conducted by the Tax Directorate General.
From the Ministry of Communications and lnformatika, Rudiantara said he could not arbitrarily block the activity of Google in cyberspace. "Block it a last resort. We can not just play the block. But we also have to take into account the interests of society in general, "he said.
Rudiantara said, Google's products are now used by the public. Not just a search engine product, other products such as electronic mail, maps, and others have become applications that are used daily by the community. As reported, the Tax Directorate plans to examine the preliminary evidence of tax cases Google Indonesia. This step was taken after the tax settlement process deadlocked. If the US giant companies that still refuse to pay taxes, the tax authorities will be hostage (gijzeling) Google boss Indonesia.
Google Indonesian government still hopes to pay the tax debt settlement negotiation results proposed tax Tax Directorate General for delinquent taxes plus a penalty of 150% or approximately USD 2.5. Figures are offered in fact it was still smaller than it should have been paid, the tax arrears plus a penalty of 400%, or around Rp 5 trillion.
Member of Commission XI of the House of Representatives (DPR) Andrew Eddy Susetyo assess appropriate measures Taxation Office is acting tough against Google. Each business entity should not be favored by others. "I think it was the right step for calculating DJP that they were supposed to meet the tax code so that it is necessary follow up.
However, Andreas explains, it's not easy to catch a company like Google because of the limitations of the taxation system. This does not only happen in Indonesia, but also in various parts of the world. But, it is not impossible to do because the UK is relatively successfully implemented a tax on Google. "Actually, we can escape the existing rules, because there are best practices. It is a problem that the tax system is physical, while Google was virtual, "he said.
In the case of Indonesia, the House will invite DG Taxation and Ministry of Finance to discuss these issues, including the implementation of the roadmap of e-commerce. Not only that, the House also plans to call companies like Google and Facebook to give feedback on aspects of taxation.
Observers taxation Justin Prastowo call, there are two options that can be taken to tax Google as a company OTT.
First, forced the company to be a permanent establishment (BUT). However, he considered this method is still difficult because of the presence of Google is virtual, not physical.
"The government is difficult to force Google Become BUT so difficult taxed. If taxed, it tends to lead to disputes, because the scheme BUT derived from the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) was prone to be a gap,".
For Justin, the government could follow the example of England who dared to implement Google tax. Although this concept is legally weak, but the British tax authorities assess what Google do with not paying taxes unethical. It requires competence and credibility of the powerful tax authorities.
The second option, said Justin, the government could use the power to block Google approach as did the Chinese government. He considered the tax case to be solved Google is crucial for the creation of a competitive business climate.
IN INDONESIAN
Menteri Keuangan Tegaskan Google Wajib Bayar Pajak
Pemerintah bersikeras Google harus memenuni kewajibannya membayar pajak. Raksasainternet asal Amerika Serikat (AS) itu wajib menghormati aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri bersedia membuka laporan ke Mulyani Indrawati meminta Google bersikap kooperatif dan setiap entitas yang melakukan aktivitas ekonomi dan mendapat keuntungan harus menjalankan kewajiban membayar pajak.
Anda sudah berbisnis di sini dan menciptakan nilai tambah di sini, maka nilai ekonomi yang muncul dari kegiatan di Indonesia, Indonesia perlu untuk mendapatkan haknya walaupun mereka investasi. Itu prinsip," katanya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengatakan, pemerintah bukannya tidak ramah terhadap investasi asing. Pemerintah juga menghargai teknologi yang dimiliki Google telah berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia. “Namun tetap, dari sisi hak negara dan kewajiban membayar pajak, kami ingin hal itu dilakukan secara adil dan penuh dengan kepatuhan,” ucapnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mendukung penuh langkah Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan terkait polemik tunggakan pajak Google. Dia menyerahkan sepenuhnya apa pun yang menjadi keputusan Kementerian Keuangan. Meskipun demikian, Rudiantara berkata masyarakat harus tetap menunggu hasil negosiasi atau langkah penyidikan yang dilakukan Ditjen Pajak.
Dari sisi Kementerian Komunikasi dan lnformatika, Rudiantara mengaku tidak bisa sembarangan memblokir aktivitas Google di dunia maya. “Blokir itu langkah paling akhir. Kita tidak bisa hanya main blokir. Tapi kita juga harus memperhitungkan kepentingan masyarakat secara umum," paparnya.
Rudiantara menyebut, produk Google saat ini sudah dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Tidak hanya produk mesin pencari, produk-produk lain seperti surat elektronik, peta, dan lain-lain sudah menjadi aplikasi yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat. Seperti diberitakan, Ditjen Pajak berencana memeriksa bukti permulaan kasus pajak Google Indonesia. Langkah ini ditempuh setelah proses tax settlement menemui jalan buntu. Jika perusahaan raksasa asal AS itu tetap menolak membayar pajak, otoritas pajak akan menyandera (gijzeling) bos Google Indonesia.
Pemerintah masih berharap Google Indonesia membayar utang pajak hasil negosiasi tax settlement yang diajukan Direktorat Jenderal Pajak sebesar tunggakan pajak plus denda 150% atau sekitar Rp 2,5. Angka yang ditawarkan itu sebenarnya masih lebih kecil daripada yang seharusnya dibayar, yakni tunggakan pajak plus denda 400% atau sekitar Rp 5 triliun.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Andreas Eddy Susetyo menilai tepat langkah Ditjen Pajak yang bertindak keras terhadap Google. Setiap entitas bisnis tidak seharusnya diistimewakan dengan yang lain. “Saya kira itu langkah yang tepat karena perhitungan DJP bahwa mereka itu harusnya memenuhi aturan perpajakan sehingga memang perlu ditindak lanjuti.
Namun, Andreas menjelaskan, bukan hal mudah untuk menjerat perusahaan seperti Google karena keterbatasan sistem perpajakan. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia lain. Tapi, hal itu bukan tidak mungkin dilakukan karena Inggris relatif berhasil menerapkan pajak terhadap Google. “Sebetulnya kita bisa lepas dari peraturan yang ada, sebab ada best practices. Memang masalah bahwa sistem perpajakan masih fisik, Sementara Google itu virtual,” ungkapnya.
Dalam kasus Indonesia, DPR akan mengundang Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan untuk membahas persoalan ini, termasuk implementasi roadmap e-commerce. Tak hanya itu, DPR juga berencana memanggil perusahaan-perusahaan seperti Google dan Facebook untuk memberikan masukan terhadap aspek perpajakan.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menyebut, ada dua opsi yang bisa diambil untuk memajaki Google sebagai perusahaan OTT.
Pertama,memaksa perusahaan itu untuk menjadi Badan Usaha Tetap (BUT). Namun, dia menilai cara ini masih sulit karena kehadiran Google bersifat virtual, bukan fisik.
"Pemerintah sulit memaksa Google Menjadi BUT sehingga sulit dikenai pajak. Kalaupun dikenai pajak, hal itu cenderung mengarah kepada sengketa, karena skema BUT yang berasal dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) pun rawan dijadikan celah,".
Bagi Yustinus, pemerintah bisa mencontoh Inggris yang berani menerapkan Google tax. Meski konsep ini secara hukum lemah, tapi otoritas pajak Inggris menilai apa yang dilakukan Google dengan tidak membayar pajak tidak etis. Hal ini membutuhkan kompetensi dan kredibilitas otoritas pajak yang kuat.
Opsi kedua, kata Yustinus, pemerintah bisa menggunakan pendekatan kekuasaan dengan memblokir Google seperti yang dilakukan Pemerintah China. Dia menilai kasus pajak Google menjadi krusial untuk diselesaikan demi terciptanya iklim usaha yang kompetitif.
Koran Sindo, Page-23, Friday, Dec,23,2016
0 Response to "Google Finance Minister Affirms Tax Payer"
Post a Comment