google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Kemahalan, Google Tolak "Pajak Damai" - MEDIA MONITORING GOLD MINE -->

Kemahalan, Google Tolak "Pajak Damai"


2015 Saja, Seharusnya Bayar Pajak Denda Rp 5 Triliun

    Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah memasang angka settlement (penyelesaian ‘damai’) dalam memajaki Google Asia Pte Ltd. Namun, angka damai tersebut ditolak oleh Google karena dianggap terlalu tinggi. Google meminta angka yang lebih rendah dari pada angka settlement. Maka dipastikan Google tidak akan membayarkan tunggakan pajaknya tahun ini.

Kepala Kantor Wilayah DKI Jakarta Khusus DJP Muhammad Haniv mengatakan, pihaknya memasang angka settlement dengan hitungan yang matang dan sudah merupakan angka nominal dari yang seharusnya dibayarkan perusahaan berbasis internet tersebut sepanjang 2015. “Saya pasang satu angka, angka damai lah dan dia nawar di angka yang bawah sekali. Dia minta saya turun dan dia naik, tidak bisa saya bilang. Ini angka saya yang konservatif,” kata Haniv, di kantor pusat DJP, Jakarta Selatan, Selasa (20/12).

    Dirinya tak mau menyebutkan angka pasti yang ditetapkan. Namun, jika diibaratkan antara settlement DJP dan keinginan Google antara 10 berbanding dua atau satu per lima dari angka settlement atau sekitar Rp 1 Triliun. Haniv menjelaskan, pemilihan angka damai ini tentunya berdasarkan melihat penerapan di berbagai dunia, seperti di London dan India yang menentukan angka damai. Dirinya mengatakan kasus pajak Google ini merupakan modus baru yang memang belum ada aturan pajaknya di dunia sehingga mereka bisa sangat fleksibel untuk negosiasi. “Semua mengarah ke angka damai, ya sudah kita ikud tren dunia untuk masalah Google ini, karena Google modus baru,” ujar dia.

Proses Settlement Ditutup.

    Dengan ditolaknya pajak angka damai dari pemerintah, kini DJP menyatakan proses settlement atau penyelesaian dengan negosiasi mengenai kewajiban pajak dengan Google Asia Pte Ltd yang berkantor di Singapura ditutup. Haniv mengatakan, pihaknya akan melanjutkan pemeriksaan biasa. Artinya kesempatan DJP memberikan tarif ‘damai’ bagi Google tak berlaku lagi. Haniv menjelaskan, Google tahun depan harus membuka pembukuan atau memberikan data seluruh transaksi di Indonesia dalam bentuk file elektronik.

    Dia bilang data tersebut harus diberikan pada Januari. Artinya perlakuan akan kembali normal dan Google bakal dikenakan denda 150 persen dari pokok pajaknya, yang mana denda plus pokok pajak untuk 2015 saja diperkirakan RP 5 Triliun.
“Tahun depan bukan settlement lagi. Settlement saya tutup. Kita lanjutkan pemeriksaan biasa, bukti permulaan. Google tahun depan berikan datanya, saya hitung pajaknya, dan ingat konsekuensinya denda 150 persen,” papar Haniv.

Terancam Denda 400%

    Dia mengatakan, jika bulan Januari Google masih juga tak memberikan data yang diminta, maka DJP tak segan untuk melakukan investigasi secara menyeluruh (full investigation) yang berarti akan dikenakan denda lebih besar lagi, yakni 400 persen yang diatur dalam Undang-Undang KUP, Lagi pula, menurut Haniv; perusahaan sekelas Google sebagai pusat data yang dibutuhkan banyak orang dan menyajikannya dalam hitungan detik, tak semestinya perlu waktu panjang untuk menampilkan data yang diminta Ditjen Pajak. Haniv menjelaskan, full investigasi dilakukan apabila tidak ada niat baik dari Google dalam bekerjasama dengan otoritas
pajak untuk keperluan pemeriksaan.

IN ENGLISH

Expensiveness, Google Reject "Peace Tax"

Only in 2015, Should Pay Taxes Fines Rp 5 Trillion

    The government in this case the Directorate General of Taxation (DGT) of the Ministry of Finance has put up numbers settlement (settlement 'peace') in taxing Google Asia Pte Ltd. However, the peaceful figure rejected by Google because it was considered too high. Google asked for a lower figure than the figure settlement. Google then certainly will not pay tax arrears this year.

    Head of Jakarta Regional Office of Special DJP Haniv Muhammad said he put up the numbers settlement with a count of mature and had a nominal rate of which should have been paid such Internet-based companies throughout 2015. "I post the numbers, the numbers of peace was and she bargained in numbers under all. He asked me to go down and he climbed, I can not say. This is my conservative figure, "said Haniv, at the headquarters of the DGT, South Jakarta, Tuesday (20/12).

    He declined to give the exact number is assigned. However, if a settlement is likened between DGT and Google desire between 10 to two or one-fifth of the figure settlement or around Rp 1 trillion. Haniv explained, selecting for peace is of course based on the view the application in a variety of the world, such as in London and India which determines the number of peace. Google itself said the tax case is a new mode that did not exist in the world tax laws so that they can be very flexible for negotiation. "All the figures leads to peace, yes we have ikud world trends for Google this issue, because Google's new mode," he said.

Closed Settlement process.
    With the rejection of the peace of a government tax figures, DGT now declare the settlement or settlement by negotiations on the tax liability with Google Asia Pte Ltd based in Singapore closed. Haniv said it would resume regular inspection. That is the opportunity DGT provides tariff 'peace' for Google is no longer valid. Haniv explained, Google next year should open the books or provide data on all transactions in Indonesia in the form of an electronic file.

    She said such data must be given in January. This means that the treatment will be back to normal, and Google would be fined 150 percent of the principal amount of tax, which is the principal plus tax penalties for 2015 alone is estimated at 5 trillion RP.
"Next year is not settlement again. Settlement of my cap. We go on a regular examination, preliminary evidence. Google next year given the data, I compute the taxes, and remember the consequences penalty of 150 percent, "said Haniv.

Threatened Fines 400%

    He said, if in January Google still did not provide the requested data, the DGT does not hesitate to do a thorough investigation (full investigation) which means it will be fined even more, which is 400 per cent stipulated in the Act KUP, Anyway , according Haniv; companies such as Google as a data center that takes a lot of people and presenting them in a matter of seconds, you should not take long to display the data requested the Directorate General of Taxation. Haniv explained, a full investigation is done when there is no goodwill from Google in cooperation with authorities
taxes for examination purposes.

Duta Masyarakat, Page-2, Wednesday, Dec,21,2016

Subscribe to the latest article updates via email for FREE:

0 Response to "Kemahalan, Google Tolak "Pajak Damai""

Post a Comment

SALE PARALLAX TEMPLATE ONLY US$ 5

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel