Freeport Underground Mine Will Generate US $ 150 Billion
10:36 AM
Add Comment
Freeport McMoRan estimates that the gross revenue that can be generated from its underground mines in Indonesia could reach US $ 150 billion until the end of its contract. These two underground mines have now started production and will reach peak production in 2023.
Freeport McMoRan through its affiliation, PT Freeport Indonesia, is developing two underground mines in Indonesia namely Grasberg Block Cave (GBC) and Deep Mill Level Zone (DMLZ). Both of these underground mines will replace the Grasberg Open Pit which is now beginning to decrease production.
Freeport McMoran President and Chief Executive Officer Richard Adkerson said, increasing production from the Grasberg mine is an important project for the company's future.
Richard Adkerson
With these two underground mines, the company is optimistic that it can achieve a fairly long production period at a low cost. These two mines will also be a significant source of cash flow for the next 20 years.
"Gross income from these two mineral reserves is estimated to reach around US $ 150 billion in the long term. This is around 50% more than what we have obtained from mines in 30 years, "he said in a conference call on the performance of the third quarter of 2019, at the end of last week.
However, this estimated gross income does not yet cover all mineral potential in the Grasberg Mine in Papua. This is because his party only calculates the gross revenue projection based on the reserves that will be mined by the company until the company's Special Mining Business License (IUPK) ends in 2041 according to an agreement with the Government of Indonesia.
"But from the existing reserves it is indicated that the mining production will remain good even after 2041," said Adkerson.
In its official statement, Freeport McMoran through Freeport Indonesia has started mining ore from both the GBC and DMLZ. Ore production from these two underground mines has also continued to increase. Until last September, GBC was recorded to produce as much as 10,600 tons of ore per day and DMLZ 9,800 tons per day.
While the level of GBC production in September reached 11,300 tons per day and DMLZ 10,900 tons per day. At the end of the year, this ore production level is projected to rise to 16,000 tons per day at GBC and 11,000 tons per day at DMLZ. According to Adkerson, the realization of ore production from GBC and DMLZ has exceeded the company's projections.
"With us continuing to continue undercutting and adding draw points, this expansion is expected to accelerate production increases," he said.
Based on Freeport McMoran's presentation, until last September, the company has successfully operated three of the five blocks at GBC and two of the three blocks at DMLZ. While the addition of drawbells has reached 52 in GBC and 80 in DMLZ. Until the end of this year the number of drawbells will increase to 74 in GBC and 87 in DMLZ.
Underground Gold Mine
Ore production at GBC is estimated to increase to 30 thousand tons per day in 2020 and reach 130 thousand tons per day in 2023. While ore production at DMLZ is planned to increase to 28 thousand tons per day in 2020 and reach a peak of 80 thousand tons per day in 2020 2022. Thus, in 2023, the total ore production from the Freeport Indonesia underground mine will reach 210 thousand tons per day.
"Peak production from the two ore bodies is projected to be an average of 1.3 billion pounds for copper and 1.3 million ounces for gold each year," Adkerson said.
In line with the increase in underground mining production, Freeport Indonesia also projects an increase in sales. Next year, copper and gold sales are expected to remain low, at 780 million pounds and 830 thousand ounces respectively. But in 2021, production will begin to rise to 1.4 billion pounds for copper and 1.4 million ounces for gold. In 2022, copper sales will peak at 1.7 billion pounds and 1.8 million ounces of gold.
IN INDONESIA
Tambang Bawah Tanah Freeport Akan Hasilkan US$ 150 Miliar
Freeport McMoRan memperkirakan pendapatan kotor yang dapat dihasilkan dari tambang bawah tanahnya di Indonesia bisa mencapai US$ 150 miliar sampai akhir kontraknya. Dua tambang bawah tanah ini kini sudah mulai berproduksi dan akan mencapai puncak produksi pada 2023.
Freeport McMoRan melalui afiliasinya, PT Freeport Indonesia, tengah mengembangkan dua tambang bawah tanah di Indonesia yakni Grasberg Block Cave (GBC) dan Deep Mill Level Zone (DMLZ). Kedua tambang bawah tanah ini akan menggantikan Grasberg Open Pit yang kini mulai turun produksinya.
President dan Chief Executive Officer Freeport McMoran Richard Adkerson menuturkan, peningkatan produksi dari tambang bawah Grasberg merupakan salah satu proyek penting bagi masa depan perusahaan.
Dengan kedua tambang bawah tanah ini, pihaknya optimis bisa mencapai masa produksi yang cukup panjang dengan biaya rendah. Kedua tambang ini juga akan menjadi sumber aliran kas yang signifikan untuk lebih dari 20 tahun ke depan.
“Pendapatan kotor dari dua cadangan mineral ini diperkirakan mencapai sekitar US$ 150 miliar untuk jangka panjang. Ini sekitar 50% lebih banyak dari yang telah kami peroleh dari tambang yang ada selama 30 tahun ini,” kata dia dalam conference call kinerja perusahaan kuartal ketiga 2019, pada akhir pekan lalu.
Namun, perkiraan pendapatan kotor ini belum mencakup seluruh potensi mineral yang ada di Tambang Grasberg di Papua. Pasalnya, pihaknya hanya menghitung proyeksi pendapatan kotor ini berdasarkan cadangan yang akan ditambang pihaknya hingga Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perusahaan berakhir pada 2041 sesuai kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia.
“Tetapi dari cadangan yang ada terindikasi bahwa produksi tambang ini akan tetap bagus bahkan setelah 2041,” ujar Adkerson.
Dalam keterangan resminya, Freeport McMoran melalui Freeport Indonesia telah memulai penambangan bijih baik dari GBC maupun DMLZ. Produksi bijih dari kedua tambang bawah tanah ini juga tercatat terus meningkat. Hingga September lalu, GBC tercatat menghasilkan bijih sebanyak 10.600 ton per hari dan DMLZ 9.800 ton per hari.
Sementara tingkat produksi GBC pada September lalu telah mencapai 11.300 ton per hari dan DMLZ 10.900 ton per hari. Di akhir tahun, tingkat produksi bijih ini diproyeksikan akan naik menjadi 16.000 ton per hari di GBC dan 11.000 ton per hari di DMLZ. Menur ut Adkerson, realisasi produksi bijih dari GBC dan DMLZ ini telah melebihi proyeksi perusahaan.
“Dengan kami terus melanjutkan undercutting dan menambah draw point, ekspansi ini diperkirakan akan mempercepat peningkatan produksi,” tutur dia.
Berdasarkan presentasi Freeport McMoran, sampai September lalu, perusahaan telah berhasil mengoperasikan tiga dari lima blok di GBC dan dua dari tiga blok di DMLZ. Sementara penambahan drawbell telah mencapai 52 di GBC dan 80 di DMLZ. Sampai akhir tahun ini jumlah drawbell ini akan meningkat menjadi 74 di GBC dan 87 di DMLZ.
Produksi bijih di GBC diperkirakan meningkat menjadi 30 ribu ton per hari di 2020 dan mencapai 130 ribu ton per hari di 2023. Sementara produksi bijih di DMLZ direncanakan akan naik menjadi 28 ribu ton per hari di 2020 dan mencapai puncak produksi 80 ribu ton per hari di 2022. Sehingga, di 2023, total produksi bijih dari tambang bawah tanah Freeport Indonesia akan mencapai 210 ribu ton per hari.
“Produksi puncak dari dua badan bijih ini diproyeksikan bisa menjadi rata-rata 1,3 miliar pon untuk tembaga dan 1,3 juta ounces untuk emas setiap tahunnya,” kata Adkerson.
Sejalan dengan kenaikan produksi tambang bawah tanah, Freeport Indonesia juga memproyeksikan peningkatan penjualan. Pada tahun depan, penjualan tembaga dan emas diperkirakan masih akan rendah, yakni masing-masing secara berturut-turut 780 juta pon dan 830 ribu ounces. Namun di 2021, produksi akan mulai naik yakni menjadi 1,4 miliar pon untuk tembaga dan 1,4 juta ounces untuk emas. Di 2022, penjualan tembaga akan mencapai puncaknya yakni 1,7 miliar pon dan emas 1,8 juta ounces.
Investor Daily, Page-9, Tuesday, Oct 29, 2019
0 Response to "Freeport Underground Mine Will Generate US $ 150 Billion"
Post a Comment